Senin, 07 Juni 2010

Prinsip Pengelolaan Zakat

Al Quran menyebut sampai 72 kali dimana itau al-zakah bergandengan dengan iqamu al-shalah. Dalam berbagai penjelasan menerangkan bahwa itau al-Zakah itu adalah salah satu unsur dari kelima unsur bangunan keislaman.
Ada dua aspek didalam zakat yang mesti diperhatikan; yaitu pengeluaran (pembayaran zakat) dan penerimaan (pembagian zakat). Aspek pengeluaran didalam alquran dituliskan itau al-zakah, merupakan suatu dorongan yang kuat dari ajaran Islam, supaya umatnya berusaha keras untuk menjadi pembayar zakat dan bukan penerima.
Selanjutnya ajaran Islam mengakui kenyataan yang ada dalam pergaulan hidup masyarakat manusia bahwa diantara anggota masyarakat itu banyak juga yang tidak memiliki tanah, baik untuk tempat tinggal maupun untuk garapan sumber penghasilan, sementara yang lainnya tidak mempunyai mata pencaharian tetap dan yang lain lagi tidak mampu bekerja atau berusaha dikarenakan misalnya cacat badaniah atau sakit yang lainnya.

Ajaran Islam yang dijabarkan dalam Fiqh melihat ada tiga faktor yang menentukan miskin tidaknya seseorang; pertama, harta benda yang dimiliki secara sah dan berada di tempat. Kedua, mata pencaharian (pekerjaan) tetap yang dibenarkan oleh hukum. Ketiga, kecukupan akan kebutuhan hidup yang pokok. Pelaksanaan zakat pada awal sejarahnya ditangani sendiri oleh Rasulullah dengan mengirim para petugasnya untuk menarik zakat dari mereka yang ditetapkan sebagai pembayar zakat, lalu dicatat, dikumpulkan, dirawat dan akhirnya dibagikan kepada para penerima zakat. Untuk melestarikan pelaksanaan seperti itu, Khalifah Abu Bakar terpaksa mengambil tindakan keras karena adanya pembangkangan-pembangkangan yang menolak menyerahkan zakatnya kepada para petugas yang dikirim oleh khalifah. Berkat ketegasan tindakannya, cara pelaksanaan zakat seperti semula dapat dipertahankan. Baru di zaman Khalifah Utsmanlah diadakan suatu kelonggaran dengan membebaskan para pembayar zakat untuk melaksanakan penyerahan zakat kepada para penerima zakat, yaitu dalam dua jenis zakat : zakat logam mulia (zakat al-naqdain) dan zakat perniagaan (zakat al-tijarah).
Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 60 Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Hal ini merupakan daftar penerima zakat yang lengkap. Namun tidak mutlak bahwa semua jenis atau kelompok itu tetap ada sepanjang masa. Menurut Imam Ibnu Shalah, ashnaf yang ada sekarang hanya empat, yaitu faqir, miskin, gharim dan Ibnu sabil, tetapi menurut Al-Qadhi Abu Hamid hanya dua, yaitu fakir dan miskin saja. Dalam hubungan ini, Syaikh Syarbini Al-Khattib mengomentari bahwa adanya perbedaan itu semoga saja bersangkutan dengan keadaan pada zamannya masing-masing.
Pemanfaatan dana zakat didalam perkebangan fiqh memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, dimana perlu dipertimbangkan faktor-faktor pemerataan (al-tamim) dan penyamaan kebutuhan yang nyata dari kelompok-kelompok penerima zakat, kemampuan penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan dan kebebasan dari kemelaratan.
Sekarang ini fenomena dalam penggunaan zakat diperuntukan pembiayaan pembangunan mesjid dan bangunan kepentingan umum atau bangunan yang berstatus wakaf. Menurut Syaikh Syarbini bahwa sesungguhnya penafsiran sabilullah dengan al-ghuzah dikarenakan pemakaian kata-kata itu dalam pengertian jihad telah menjadi banyak, baik secara istilah maupun secara hokum dengan petunjuk firman Allah yang berukang kali. Maka, jika itu diucapkan secara mutlak, pengertian yang demikian itulah yang dimaksud, walaupun sabilullah itu menurut bahasa ialah jalan atau sarana yang mengubungkan atau menyampaikan kepada Allah, dan itu pengertian yang lebih umum
Pada dasarnya, zakat menjadi kewajiban didalam pemilik harta benda (kekayaan) yang berkembang, baik dengan sendirinya maupun dengan pengolahan, demi meningkatkan nilai moral pada pemiliknya dan sekaligus menjadi bantuan bagi mereka yang tidak berkecukupan atau mereka yang tidak berpunya, sehingga terjadi pemekaran dalam masyarakat dan bagi harta benda itu sendiri. Perlu pula dipertegas bahwa zakat bukanlah pemberian berupa belas kasihan, tetapi merupakan hak dari pihak-pihak tertentu yang bersangkutan langsung dengan harta kekayaan tersebut
Wallahualam Bissowab.
Amin
Read more...

Minggu, 16 Mei 2010

Makna Tarbiyah

Kalau dilihat dari al-Mu’jamul –Mufahras li Alfazhi’I Quran. Kosakata itu meliputi empat kata dalam bentuk ism (kata benda) dan dua kata dalam bentuk fi’il (kata kerja)
Kata-kata yang termasuk katagori Ism adalah sebagai berikut:

1. Rabb. Kata Ar-Rabb terdapat 952 kata dalam al-Quran . menurut tafsir al-Maraghi dan tafsir Ash-Shahwi serta temuan Abul ‘Ala Al-Maududi terdapat sekitar Sembilan belas arti.
Ibnu Al-Atsir menjelaskan bahwa arti ar-rabb itu adalah Malikun, As-Sayid, Al-Murabbi, Al-Mudabbir, al-Mumin, Al-Qayim, Al-Muwali, Shahibun, Al-Mutammimu, dan az-Zaid.
Az-Zubaidi menjelaskan bahwa kata ar-Rabb itu mempunyai arti al-maliku as-sayyid al-murabbi, al-mudabir, al-mutammim. Sedangkan Abdur Rahman fauzah menjelaskan bahwa arti al-rabb adalah al-Sayyid al-Mutha’ (tuan yang ditaati), Al-Murabbi (pendidik), Al-Muslih (yang membereskan) dan al-Mutawali (yang menguasai)
Sementara itu, al-Maududi menjelaskan lima makna. Kelima makna itu adalah (1) Pendidikan, batuan dan peningkatan (2) penghimpunan, memobilisasi dan mempersiapkan (3) tanggungjawab, perbaikan dan pengasuhan (4) keagungan, kepemimpinan, wewenang dan pelaksanaan perintah dan (5) pemilik atau juragan
Dari sekian banyak kata rabb dalam Al-Quran dapat diambil contoh sebagai berikut:
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
Al-Maraghi menafsirkan robb dengan arti pemimpin, tuan yang mendidik dan mengurus yang didiknya dan mengatur urusannya. Tarbiyat Allah kepada manusia itu ada dua bentuk; (1) tarbiyat khalqiyyat, yaitu pembinaan dan pengembangan jasad, jiwa dan akal dengan berbagai bentuk dan tarbiyat diniyyat tahdzibiyat, yaitu pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa.
Kata Alamin, yang dimaksud adalah semua apa yang ada. Biasanya lafad alam tidak umum dijamakan. Kebanyakan alam tumbuhan dan tidak biasa dikatakan alam batu, alam tanah. Alam-alam disini mengandung makna tarbiyyat dalam arti pengembangan yang diisyaratkan oleh kata rabb. Jadi, yang ada/tampak padanya, kehidupan, makan dan berkembang biak.
Menurut al-Hijazi, rabb adalah kata dan tuan, pada kata itu mengandung makna ketuhanan, pendidikan dan bimbingan/bantuan. Kata Al-Alamin adalah jamak dari alam, artinya alam itu banyak macamnya, selain alam Allah, ada juga alam manusia, binatang dan tumbuhan.
Al-Juzi berpendapat, bahwa rabb adalah raja. Namun itu tidak digunakan bagi makhluk-Nya kecuali disandarkan dengan kata lain, seperti Rabbu ad-Dar (pemilik rumah), rabbul Abdi (pemilik hamba)
Menurut Al-Hijazi makna rububiyah Allah mengarahkan pendidikan supaya bersifat sejuk, penuh kasih sayang, perhatian, inspiratif dan menyenangkan.
Kata-kata Rab tersebut dapat disimpulan bahwa tarbiyah itu ada dua macam; (1) tarbiyah Kholqiyah, yang meliputi pembinaan dan (2) Tarbiyah Diniyat Tahzibiyat, yaitu bimbingan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa Tarbiyah dalam kata rab secara umum bagi manusia berbagai tingkatan manusia, binatang dan juga tumbuhan.

2. Rabbaniyun, Al-Quran menyebutkan dua kali , satu diantaranya dalam quran surat al-maidah ayat 44
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
As-Sayuthi menafsirkan kata robbaniyun, didasarkan pada perkataan para sahabat tentang arti robbaniyyun salah satunya adalah Ibnu Abbas. Beliau berpendapat bahwa arti robaniyun adalah ahli fikh/ahli hukum dan Ulama.
Sedangkan al-Maraghi menafsirkan robbaniyun dengan tokoh-tokoh pendidik, politikus, dan ahli agama. Ath-Thabari menjelaskan kata robaniyun sebagai imam orang-orang Yahudi yang beriman, pemimpin mereka yang menjadi ulama dan ahbar mereka.
3. Robbaniyyina. Al quran menyebutkan satu yaitu dalam Qs Ali-Imran:79 Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa robbaniyyin adalah mereka yang senantiasa mengetahui dan mentaati sekaligus mengamalkan seluruh perintah Allah SWT. Ath-Thabari menjelaskan bahwa Rabbaniyyin berarti mereka senantiasa menjadi pemimpin dan penggerak dalam amr ma’ruf nahi mungkar, pemimpin yang jadi suri tauladan, pengajar bagi masyarakat tentang isi kitab. Maka rabbaniyyin adalah ahli tarbiyyat dengan senantisa memberi santapan pelajaran kepada seluruh manusia.

4. Rabaibukum, al-Quran menyebutkannya satu kali, yaitu dalam Qs An-Nisa ayat 23
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
Al- Maraghi menjelaskan bahwa kata rabaibukum jamak dari kata rabbibat artinya anak tiri perempuan, karena bapak tiri mengurus dan mendidiknya. Adapun Al-Jauzi menjelaskan bahwa rabibat itu anak perempuan dari suami yang lain. Rabibat bermakna marbubat karena laki-laki itu telah mendidiknya fisik maupun mental.
Dari kedua ahli tafsir diatas dapat disimpulkan bahwa terbiyat berlaku bagi seorang anak, baik kandung maupun anak orang lain, dan hendaknya meliputi pendidikan fisik, jiwa, dan akal.
Wallahu alam
Read more...

Sabtu, 08 Mei 2010

Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib di panggil Abul Husein dan Abu Turab oleh Rasulullah. Nama Abu Thalib sendiri adalah Abdul Manaf bin Abdul Muthalib.
Sedangkan ibunya adalah Fathimah binti Asad bin Hasyim. Dia adalah seorang wanita Bani Hasyim yang melahirkan seorang Bani Hasyim. Beliau ikut Hijrah.
Ibnu Abbas, Anas dan Zaid bin Arqam menyatakan Ali Adalah orang yang pertama kali masuk Islam.



Abu Ya’la meriwayatkan, Rasulullah diangkat menjadi Rasul pada hari senin, sedangkan Ali masuk Islam pada hari selasa.
Beliau masuk Islam ketika umur 10 tahun, ada juga yang mengatakan Sembilan, delapan bahkan ada yang menyatakan lebih muda dari itu.
Ibnu Sa’ad berkata: Ali dibaiat sebagai Khalifah sehari setelah Utsman terbunuh di Madinah. Semua sahabat membaiatnya sebagai Khalifah. Disebutkan bahwa Thalhah dan Zubair membaiatnya dengan sangat terpaksa dan bukan dengan sukarela.
Kemudian keduanya keluar pergi menuju Mekkah yang juga disertai Aisyah. Mereka pergi ke Basyrah untuk menuntut mati pembunuhan Utsman. Kabar ini sampai ditelinga Ali, dia kemudian pergi menuju Irak dan berhasil menemui Thalhah, Zubair dan Aisyah serta orang-orang yang menyertai mereka.
Peristiwa ini dalam sejarah dikenal dengan Perang Jamal. Peristiwa ini terjadi pada tahun 36 H. pada perang itu Zubair dan Thalhah dan beberapa orang lain terbunuh. Yang terbunuh pada perang itu berjumlah sekitar tiga belas ribu orang. Ali sendiri berada di Bashrah selama lima belas hari, kemudian kembali ke Kuffah.
Setelah itu muncul pemberontakan yang dilakukan oleh Muawiyah di Syam. Setelah berita itu sampai kepada Ali maka dia meluncur menyambut para pemberontak dan mereka bertemu di Shiffin pada bulan Shafar tahun 37 H. perang antara dua pasukan berlangsung selama beberapa hari.
Kemudian orang-orang yang datang dari syam mengangkat al-Quran dan mereka mengajak semua pihak untuk berhukum dengan apa yang ada didalam Al-Quran (Berdamai). Ini adalah tipu muslihat yang dilakukan oleh Amr bin al-Ash. Orang-orang yang sedang bertempur akhirnya segan untuk melanjutkan perang dan mereka menyerukan untuk segera melakukan perdamaian dan perundingan untuk menyelesaikan masalah ini.
Ali mengutus Abu Musa sebagai juru runding, sedangkan Mu’awiyah mengutus Amr bin Ash sebagai juru runding dari pihaknya. Mereka menulis surat kesepakatan agar mereka bisa bertemu di Adzuah (satu desa di Syam) di penghujung tahun sehingga mereka bisa melihat dengan jelas bagaimana masalahnya.
Ucapan-Ucapan Ali
Ali berkata, “Kemantapan hati adalah satu prasangka bukur” (Diriwayatkan oleh Abu Syaikh dan Ibnu Hibban)
Beliau Juga berkata, “Kerabat dekat adalah yang didekatkan oleh rasa cinta walaupun nasabnya jauh, sedangkan orang jauh adalah yang dijauhkan oleh permusuhan meskipun dekat nasabnya. Tidak ada satupun yang lebih dekat daripada tangan kepada jasad. Sesungguhnya jika tangan rusak, maka dia akan dipotong dan jika dia dipotong maka akan terputus. “ (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim)
Ambilah lima nasehat dariku: Janganlah sekali-kali seseorang takut kecuali atas dosa-dosanya. Janganlah menggantungkan harapan kecuali kepada Tuhannya. Janganlah orang yang tidak berilmu merasa malu untuk belajar. Janganlah seseorang yang tidak mengerti sesuatu merasa malu untuk mengatakan ‘Allah A’lam’ saat dia tidajk bisa menjawab satu masalah. Sesungguhnya kedudukan sabar bagi iman laksana kedudukan kepala pada jasad. Jika kesabaran hilang, maka akan lenyap pula keimanan, dan jika kepala hilang maka tidak aka nada artinya jasad (Diriwayatkan Oleh sa’id bin mansyur dalam sunanny)
Dia berkata, “ Seorang fakih yang benar adalah fakih yang tidak membuat seseorang putus asa terhadap rahmat Allah, tidak Allah, tidak memberikan rasa aman dari siksa Allah, dan jangan yang lainnya. Sesungguhnya tidak ada kebaikan dalam sebuah Ibadah yang tidak didasari dengan Ilmu, dan tidaklah berarti sebuah ilmu yang tidak dibarengi dengan pemahaman, dan bacaan tidak akan berguna tanpa ada perenungan . “ (Diriwayatkan oleh Ibnu adh-Dharis dalam kitab Fadhail Al-Quran)
Read more...

Tahriim

Tahrim yaitu melarang atau mengharamkan sesuatu untuk dilakukan.
Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 151

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).
Ayat diatas menjelaskan bahwa Allah telah mengharamkan hal-hal tertentu untuk dilakukan oleh manusia. Hal-hal yang haram tersebut adalah:
1. Menyekutukan Allah
2. Berbuat durhaka kepada orang tua
3. Membunuh anak Karena takut miskin
4. Mendekati perbuatan-perbauatan keji
5. Membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
Dari ayat diatas kita dapat memperoleh pelajaran bahwa disamping Allah membolehkan melakukan sesuatu, juga melarang sesuatu untuk dilakukan, diantaranya seperti yang tersebut diatas. Dan larangan-larangan Allah ini dimaksudkan untuk melindungi manusia dan menjauhkan dari hal-hal yang dapat membinasakan dirinya. Karena itu, supaya manusia dapat hidup selamat, haruslah mentaati larangan-larangan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Tentu saja larangan-larangan yang sudah ditetapkan oleh Allah, Tidak sebanyak apa yang dihalalkan. Sebab larangan-larangan yang Allah tetapkan itu dimaksudkan untuk menyeimbangkan kehidupan manusia dibumi ini.
Metode tahriim ini berlaku dalam pendidikan dan pengajaran kepada Anak-anak. Orang tua tidak dapat membiarkan anak-anaknya berbuat apa saja sesuai seleranya. Sebalinya, orang tua harus mengajarkan norma-norma agama dan pergaulan yang beradab kepada putra-putrinya. Dalam mengajarkan hal-hal yang terlarang bagi putra-putrinya, yang pertama-tama harus disampaikan adalah larangan-larangan agama. Kemudian orang tua juga mengajarkan norma-norma pergaulan dimasyarakat.
Anak-anak juga diajarkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan dalam lingkungan keluargannya, karena hal-hal tersebut akan merugikan keselamatan dirinya. Misalnya, menyalakan korek api dekat botol bensin, tangan basah memegang tombol listrik dan lain sebagainya yang membahayakan dirinya. Begitu pula halnya dengan larangan-larangan agama. Karena itu, sejak dini oran tua harus memperkenalkan kepada putra-putrinya sesuai dengan perkembangan umurnya.
Dalam kehidupan keluarga, orang tua selalu dituntut untuk memperhatikan perilaku putra-putrinya di rumah agar dapat ditegakan tatanan didalam keluarga. Adanya larangan yang diberlakukan di dalam mendukung terciptanya jiwa keshalihan anak yang menjadi perintah Islam untuk dilakukan. Jadi, hal-hal yang orang tua kemukakan sebagai larangan bagi anak-anak, harus sejalan dan searah dengan syariat islam agar cita-cita menjadikan anak-anak sebagai orang-orang shalih di kemuadian hari dapat berhasil.
Read more...

TAMTII

Tamtii yaitu pemberian tambahan di luar dari ketetapan yang berlaku

Allah berirman dalam surat Huud ayat 3 yang artinya
dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.
Maksud ayat diatas adalah orang-orang yang memohon ampun dan bertaubat kepada Allah akan mendapat tambahan pahala yang besar dari Allah.



Ayat ini dapat diterapkan dalam hal mendidik anak, karena mendorong prestasi anak dalam segala aspek kehidupan adalah suatu upaya yang sangat sulit, maka diperlukan berbagai macam kiat suapaya dapat terus merangsang anak melakukan kebaikan dan prestasi. Sebab tidak semua anak memiliki kesadaran cita-cita luhur dan kemampuan menggambarkan masa depan secara jelas. Pengaruh-pengaruh buruk yang yang setiap hari ada di sekitarnya jauh lebih mudah mempengaruhi jalan pikiran dan prilaku mereka. Untuk menanggulangi hal-hal negative semacam itu, orang tua perlu menerapkan berbagai metode penddikan yang isyaratkan didalam al-Quran . metode tamtii ini adalah salah satunya untuk mengantisipasi pengaruh-pengaruh negative terhadap anak dalam kegiatan belajar dan pembinaan akhlak mereka.
Salah satu contoh dalam keseharian sebagai berikut: Orang tua menjanjikan kepada anaknya bahwa kalau ia naik kelas, maka ia akan dibelikan sepeda. Kemudian ternyata si anak naik kelas dengan rangking 1, maka sebagai penghargaan atas prestasi anak, orang tua member tambahan hadiah dengan sebuah jam tangan. Misalnya tambahan jam tangan sebagai hadiah inilah yang disebut dengan tamtii
Read more...

Rabu, 14 April 2010

METODE TAQRIIB



Tarqiib (melakukan pendekatan) disini dimaksudkan bila diantara pihak yang berkepentingan ada jarak atau bila diantara pihak yang berkepentingan ada jarak atau rintangan yang menjauhkan hubungan keduanya, sehingga diantara keduanya tidak bisa terjalin harmonisasi. Untuk itu diperlukan pendekatan sebagai upaya menghilangkan terpisahnya kedua belah pihak.
Allah berfirman QS Saba ayat 37

Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).
Dalam ayat diatas menjelaskan bahwa orang-orang musyrik dan kafir menggunakan kekayaan hidup didunia ini sebagai bukti bahwa mereka adalah orang-orang yang berhasil mendekatkan diri kepada Allah, sehingga hidup mereka sejahtera. Tolak ukur yang mereka gunakan adalah adanya kekayaan dan banyaknya anak yang mereka miliki. Setiap kali harta mereka bertambah, mereka beranggapan bahwa cara-cara yang mereka pergunakan selama ini dalam mendekatkan diri kepada Allah adalah benar, sedangkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah yang ternyata bertentangan dengan anggapan mereka adalah keliru.
Allah Juga berfirman dalam QS Az-Zumar ayat 3 Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Ayat diatas menerangkan bahwa orang-orang musyrik yang menyembah patung sebenarnya tidak bermaksud menyebah patung sebenarnya tidak bermaksud menyembah patung itu sendiri, tetapi mengganggap patung-patung tersebut hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Metode yang digunakan dalam kedua pandangan di atas sama, yaitu taqriib. Mereka, baik secara langsung ataupun dengan perantara, berusaha mendekati obyek begitu rupa guna mencapai tujuan mereka. Golongan pertama yang tersebut di dalam surat Saba' di atas menggunakan metode pendekatan kepada Allah melalui kekayaan yang dimiliki. Kekayaan yang mereka miliki tidak untuk didermakan atau diinfakkan kepada yang berhak, tetapi sematamata dijadikan sebagai alat kebanggaan untuk membuktikan bahwa diri mereka itu berhasil menjadi hamba yang dekat dengan Allah. Dalam berhubungan dengan Allah, orang musyrik menggunakan patung atau berhala sebagai perantara mendekatkan mereka kepada Allah. Ini juga disebut menggunakan metode taqriib. Jadi, orang-orang musyrik tidak secara langsung mau berhubungan dengan Allah, tetapi menggu¬nakan pihak ketiga, sebab mereka merasa bahwa dirinya tidak patut langsung berhubungan dengan Allah. Wahupun kedua hal di atas menuliki pola yang berbeda, tetapi yang digunakan sama.
Dari dua pola yang berbeda di atas, dapat ditarik benang mcrah bahwa inti dari pclaksanaan metode taqriib ialah melakukan pendekatan kepada pihak lain, baik secara langsung ataupun melalui pihak ketiga, dengan tujuan mendapatkan kebaikan bagi dirinya dalam berhubungan dengan pihak kedua.
Dalam kehidupan sehari-hari adakalanya terjadi perselisih-an antara seseorang dengan orang lain sehingga mengakibatkan kedua belah pihak bermusuhan atau menjauhkan diri. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan usaha pendekatan dengan jalan menyingkirkan hal-hal yang setnula meretakkan hubungan mereka.




Read more...

METODE TAFHIIM



Tafhim adalah memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan suatu objek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan atau kasus.
Allah berfirman di dalam Qs Al-Anbiya ayat 78




maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kami lah yang melakukannya.
Pada suatu hari, ada kasus yang diajukan kepada Nabi Dawud dan Sulaiman. kasus ini yang diajukan oleh pemilik domba dan pemilik kebun.Pemilik kebun mengadu bahwa tanamannya diusak oleh domba-domba milik lawannya. Pemilik kebun menuntut gaji rugi kepada pemilik domba atas tanamannya yang telah dirusak tersebut
Menurut Nabi Dawud, pemecahan masalahanya ialah pemilik kambing menyerahkan kambingnya kepada pemilik kebun sebagai ganti dari tanaman-tanaman yang telah dirusak oleh kambing tersebut.
Sedangkan Nabi sulaiman memutuskan bahwa pemilik kambing harus merehabilitasi tanaman pemilik kebun; dan selama tanaman itu belum berubah, kambingnya diserahkan kepada pemilik kebun untuk dimanfaatkan susunya dan pemilik kebun berbuah seperti semula.
Dari ayat diatas kita mendapat pelajaran tentang metode tafhim. Metode tafhim tentunya berbeda dengan metode ta’lim, tafsil maupun tabyin. Metode tafhim memberikan pengertian tentang suatu masalah dengan merumuskan suatu objek secara utuh.
Metode tafhim ini tepat untuk digunakan oleh orang tua dalam upaya mendidik anak-anaknya agar mereka dapat mengatasi permasalahan sehari-hari secara adil dan benar. Dalam kehidupan sehari-hari penggunaan metode tafhim dapat dilakukan seperti dalam dalam contoh berikut ini:
Anak datang mengadu kepada orang tua bahwa gurunya disekolah telah memarahinya dan menghukumnya dengan menyuruhnya membersihkan kelas. Ketika orang orang tua mendengarkan laporan anaknya, kemungkinan sekali menanggapinya secara emosional dan cenderung menyalahkan tindakan guru. Orang tua muslim dan mukmin tidaklah dibenarkan menangani permasalahan anaknya semacam itu diluar adab dan norma Islam. Langkah yang benar ialah orang tua meminta kepada anaknya untuk menjelaskan rangkaian kejadiannya sejauh dapat diberikan oleh anaknya. Cara ini perlu ditempuh oleh orang tua agar mendapatkan gambaran permasalahnnya dari pihak anak. Sesudah itu orang tua dapat meminta kejelasan lebih jauh dari teman-teman anaknya untuk memperoleh gambaran untuk permasalahan. Berikutnya, orang tua datang kepada guru anaknya untuk menginformasikan kasus yang dialami oleh anaknya. Dengan metode ini, orang tua dapat mendudukkan persoalan padas tempatnya dan menyelesaikan atau memutuskan perkaranya secara adil. Dari contoh diatas diperoleh gambaran bahwa untuk menyelesaikan suatu kasus, orang harus memiliki pengetahuan yang utuh tentang objek yang dipersoalkan. Tanpa memiliki pengetahuan yang utuh tentang objek yang dipersoalkan. Tanpa memiliki pengetahuan yang utuh, tentu akan terjadi kesalahan dalam penyelesaian dan ini akan menimbulkan kerugian yang tidak diinginkan. Karena itu, langkah pertama yang harus diambil oleh orang yang hendak menyelesaikan masalahnya ialah upaya untuk memahami dengan benar permasalahannya.

Metode Tafhim dapat kita pergunakan dalam menyelesaikan kasus sengketa atau perselisihan antara sesama anak kita sendiri atau dengan orang lain guna menegakan keadilan dan kebenaran. Pemecahan masalah dengan metode tafhim dapat menanamkan semangat cinta keadilan, kebenaran dan kejujuran pada diri anak kita.dengan semangat dan jiwa semacam ini, kita telah mndidik anak-anak kita menjadi orang-orang shaleh.
Read more...

Selasa, 13 April 2010

Kesederhanaan


Islam dengan ajarannya, menempuh cara praktis dalam mendidik dan melatih umatnya agar memelihara keseimbangan dalam sistemnya itu, dan berusaha mengendalikan naluri mementingkan diri sendiri serta menyelaraskan kebudayaan spiritual dan ekonomi melalui pendidikan moral. Penekanan tersebut dititikberatkan pada perbaikan moral dan pembinaan sikap moral yang benar dalam kehidupan bersama antar sesama umat, sehingga kejahatan dan keserakahan dalam pikiran mereka bukan hanya dapat ditekan melainkan dapat disalurkan untuk mencapai tingkat keluhuran rohani serta sukses di bidang materi. Disamping itu Islam juga mengendalikan hawa nafsu yang berlebihan dan ambisi-ambisi syaitani yang terdapat dalam masyarakat. Dari kesemuanya itu Islam mengandalkan pada pendidikan (Allah bagi) umatnya dan pengendalian (sistem) ekstemal yang dilakukan secara hati-hati sepanjang benar-benar diperlukan untuk memelihara sistem Sosial Islam.

Dalam kontek kekinian yang mesti di persiapkan adalah
1. Penyucian Jiwa
Hal ini merupakan cara lain untuk mengembangkan kepribadian dan pembinaan sikap individu dalam masyarakat. Allah berfirman dalam surat Asy-Syam ayat 9-10 yang artinya sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
Kata Zakkaha dalam ayat ini dapat diartikan bahwa Allahlah yang membuat tumbuh, meningkat atau berkembang. Dan kata Dassaha dapat diartikan sebaliknya yaitu Dialah yang menyembunyikan dan menutupinya.
Dalam kaitannya pemurnian jiwa tidak berarti penyimpangan jalur kesederhanaan melainkan hanya menggambarkan sikap orang islam terhadap harta.
2. Budaya Mandiri
Akar dari masalah ketidak adilan salah satunya adalah rasa iri yang berkembang dari keserakahan pikiran manusia. Allah berfirman dalam surat At-Taghabun ayat 16 yang artinya Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Merupakan kenyataan banyak diantara kebutuhan manusia sering tidak realistis dan dibuat-buat, hal tersebut dapat diminimalisir dengan pendidikan moral. Jika kebutuhan ekonomi manusia dapat dikurangi dan dibatasi kepada hal-hal yang realistis, maka tentunya perasaan takut miskin dapat terhapus dari pikirannya.
Perasaan takut miskin dalam manusia terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 268 yang artinya Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
3. Ajaran memberi infak
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 219 yang artinya Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "…… Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,
Nabi Saw sangat menekankan penggunaan kekayaan pribadi ini dan menegur mereka yang tidak membantu anggota masyarakat miskin . diceritakan Nabi saw mengatakan bahwa orang yang telah mengusir pengemis lapar dari depan pintunya akan di Tanya pada Yaumul Hisab.
Didalam Al-Fajr ayat 17-18 Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin,
Di sini Allah memperingatkan orang kaya, yang mengabaikan anak yatim dan orang miskin, dan bahwa ketidak adilan akan mendatangkan murka Allah bagi mereka. Allah juga mencegah orang Islam yang melakukan shalat lima waktu tetapi tidak membantu orang miskin
4. Pinjaman Tanpa Bunga
Islam mengutuk bunga, tetapi sekaligus membina keadaan (masyarakat) yang memungkinkan tersedianya pinjaman bebas bunga bagi orang yang melakukannya.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 280 Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

by. Rasyid Ridlo
12 Maret 2010/25 Rabi’ul Awwal 1431 H
Edisi 228 Tahun V


Read more...

Keadilan


Manusia diperingatkan Al-Quran supaya bekerja keras untuk memperoleh harta akan tetapi hanya cara yang bijaksana dan jujur dalam memperolehnya yang diakui dan diizinkan. Al-quran memperbolehkan kerjasama yang saling menguntungkan dengan jujur, sederajat dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak dan tidak membenarkan cara-cara yang hanya menguntungkan seseorang, lebih-lebih yang dapat mendatangkan kerugian pada orang lain atau keuntungan yang diperoleh ternyata merugikan kepentingan umum.
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 29 yang artinya Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Pembaca yang budiman!
Ayat diatas melarang cara mendapatkan kekayaan dengan cara yang tidak adil dan memperingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan-perbuatan yang tidak adil. Sedikit demi sedikit penggunaan cara yang tidak adil pasti akan tersebar ke seluruh masyarakat dan setiap orang akan melakukan cara-cara yang tidak adil pula dalam mencari harta. Keadaan semacam ini akan menyebabkan kebencian, permusuhan, penipuan, keridakjujuran , kekerasan dan saling menindas antar masyarakat dan merusak solidaritas.
Salah satu sebab kehancuran bangsa yahudi mendapatkan kekayaan orang lain dengan cara yang tidak adil. Ini menunjukan bahwa mendapatkan harta dengan jalan yang salah adalah dosa besar karena perbuatan ini akan mengakibatkan kehahatan dalam masyarakat, mengganggu keseimbangan perekonomia dan secara bertahap menghancurkannya.
Istilah di lingkungan kita ada ungkapan “boro-boro yang halal yang haram juga zaman sekarangmah susah”. Rasululah mengibaratkan komunitas Muslim seperti tubuh, maka jika sebagian komunitas melakukan ketidakadilah dalam kamus ekonomi disebut dengan tidak ada pemerataan ekonomi maka seperti tubuh yang tangannya yang satu besar yang satu kecil. Kita lihat Alquran Surat Al-Maidah 100 yang artinya Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."
Al quran menginformasikan bahwa harta yang diperoleh dengan cara yang halal adalah lebih baik daripada yang diperoleh cara yang haram, meskipun jumlahnya dengan harta yang haram itu mungkin berlipat ganda. Ketidakpahaman yang paling dominan adalah selalu melihat kuantitas bukan kwalitas , dibingungkan oleh jumlah, hatinya dipengaruhi oleh apa yang dilihat disekitarnya.
Dalam surat yang diatas terdapat kiasan bagi orang yang bijaksana agar berpuas hati dengan pendapatan yang bersih dan halal yang berhak ia peroleh meskipun jumlahnya sedikit, daripada mendapat yang banyak tapi tidak halal. Ayat Al Qur'an yang menyatakan, "Kamu akan mendapat untung", memberikan fakta bahwa jika seseorang menghendaki kebaikan bagi dirinya dan masyarakat, maka hendaknya mendapatkan harta kekayaan hanya dengan cara yang benar. Keberhasilan dan kemakmuran yang berlangsung langgeng terletak pada keadilan dan persamaan bagi semua warganya sehingga tidak seorangpun dapat melakukan kesalahan dalam produksi. Al Qur'an menjamin kemakmuran masyarakat yang semacam ini yaitu yang melaksanakan kejujuran dan cara-cara yang halal dalam memperoleh harta dan tidak tertipu oleh kekayaan yang melimpah.
Prinsip ini dinyatakan dalam firman Allah dalam surat fushilat ayat 30 yang artinya Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.
Orang yang mencapai kehidupan bahaga dan makmur yang berlangsung lama di dunia dan akhirat, adalah mereka yang menjalani kehidupan dengan semestinya dan tabah berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan.
Judi, Lotre, dan bentuk spekulasi sepintas seperti sebuah kerjasama tetapi sesungguhnya hal ini merugikan orang lain yang lemah posisinya.
Wallahu alam.

by. Rasyid Ridlo
alqalam edisi 229 19 maret 2010

Read more...

Neo Sufisme


Terminology Neo Sufisme pertama kali dimunculkan sepanjang saya ketahui oleh fazlur Rahman dalam bukunya “Islam”. Kemunculan istilah itu tidak begitu saja diterima para pemikir muslim, tetapi justru memancing polemic dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur, sebetulnya di Indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya “Tasawuf Modern”, tetapi dalam buku itu tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan ini buku ini, terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali. Kecuali dalam hal uzlah. Kalau Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.


Menurut Fazlul Rahman selaku penggagas istilah ini, neo Sufisme adalaha “Reformed Sufism”, sufisme yang telah diperbaharui. Sufisme terdahulu kelihatannya cenderung tertutup terhadap perkembangan pemikiran luaran, sehingga pengertian uzlah itu bukan saja dalam arti lahiriah tetapi juga dalam pendapat beragam. Neo sufisme kelihatannya sangat mendukung keanekaragaman pemahaman keagamaan dan hidup dalam pluraritas masyarakat manusia. Artinya, bahwa neo sufisme berupaya untuk menampung berbagai paham yang berkembang, baik yang bersifat hukum ataupun fikh, aspek teologis maupun aspek sufisme untuk kemudian dikristalisasikan. Cara pandang dan gaya hidup yang demikian dituangkan dalam semacam dokrin yang disebut “Ruhaniah al-Ijtimaiyah” atau spiritual sosial, Istilah yang berasal dari judul buku karangan Dr Said Ramadlan.
Didalam buku itu Ruhaniah al-Ijtimaiyah memaparkan prinsip-prinsip berikut: jika orang dengan tulus mengahadapi dirinya sendiri, kemudian memenuhi hak jasmani serta hak ruhaninya, maka ia telah berbuat adil kepada kemanusiaannya sesuai dengan sunnatullah, dan akan hidup damai di dunia dan akhirat nanti. Jika cenderung hanya kepada salah satu dari kedua jurusan sambil berpaling dari yang lain, maka ia telah berbuat dzalim kepada dirinya dan mengadapkan dirinya itu menentang sunnatullah. Maka orang yang hidup zaman sekarang yang hanya mementingkan harta dan berlom untuk sepotong roti, tenggelam dalam urusan badani, sibuk dengan kehormatan kosong dan kemegahan palsu menyianyiakan akal dan kalbunya untuk menikmati muspro itu, dia adalah oran yang terkecoh dari hakikat dirinya, terdinding dari inti hidup. Sedangkan orang yang mengarahkan dirinya hanya untuk memenuhi tuntutan ruhaninya, lalu menggunakan waktu siangnya untuk puasa dan malamnya untuk qiyamul lail, sepanjang umurnya untuk merenung semata sambil mengingkari hal-hal yang baik dari hidup duniawi, lalu tidak berpakaian kecuali dengan bahan yang kasar, tidak makan kecuali dengan makanan yang kering dengan tujuan agar daya hidup lahiriahnya menjadi lemah dan potensi ruhaniahnya menjadi kuat, dia adalah juga orang yang bodoh tentang hahikat hidup, lalai akan sunnatullah, menyia-nyiakan badan sendiri atau menyia-nyiakan salah satu dari dua segi hidupnya. Cukup hal itu baginya sebagai kerugian dan pengingkaran terhadap perintah Allah.
Neo sufisme secara singkat dapat dikatakan sebagai upaya penegasan kembali nilai-nilai islam uang utuh (Kaffah), yakni kehidupan yang berkesinambungan (Tawazun) dalam segala aspek kehidupan dan dalam segi ekspresi kemanusiaan, dengan alas an ini pula dapat dikatakan, bahwa yang disebut neo sufisme itu tidak seluruhnya barang baru, namun lebih tepatnya dikatakan sebagai sufisme yang diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat sesuai kondisi kekinian.
Neo sufisme mendorong dibukanya peluang bagi penghayatan makna keagamaan dan pengalamannya yang lebih utuh dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja, tetapi seimbang.
Setiap muslim harus mengakui dan menyadari betapa pentingnya spiritual dalam Islam, tetapi juga harus diingat bahwa al-quran menyatakan dunia ini adalah riel bukan fatamorgana, bukan pula maya tanpa makna. Dari banyaknya ayat Al-Quran yang beriringan antara Iman-amal shaleh dan hari akhir, merupakan isarat yang tegas yang menunjukan formulasi kesatuan dimensi spiritual dan dimensi aktivitas nyata dalam kehidupan.

Untuk keberhasilan gagasan neo sufisme kelihatannya harus diikuti dengan peletakan formulasi ajaran dan sistem pembinaan menuju sufi yang jelas dan terarah. Sufisme terdahulu digemari banyak orang, adalah karena kejelasan nilai dan sistem yang ditawarkan, sehingga orang dengan mudah dapat meyakininya sebagai pilihan terbaik.

Wallahu alam bi shawab

by. Rasyid Ridlo
alqalam edisi 230 26 maret 2010

Read more...

Nasikh Mansukh


Alquran merupakan Hudallilmutaqin petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Didalamnya bukan hanya masalah Ibadah saja, tetapi mengatur masalah diantaranya seperti masalah muamalat (hubungan antar manusia) dalam berbagai kehidupan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu ada perintah, larangan, anjuran dan lain-lain. Ketika kita usia enam tahun kita dilarang main api karena berbahaya, namun ketika kita sudah berumur tujuh belas tahun, dianjurkan kita untuk berekperimen dengan api dalam sebuah labolatotium. Dalam hal ini sebuah larangan dan anjuran merupakan sebuah terminologi pendidikan didalam sebuah kehidupan.
Salah satu contoh al-Quran sebagai petunjuk, bagaimana tatacara menghadap ketika sholat, dalam Surat Al-Baqoroh Ayat 115 yang artinya. Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.


Disisi lain kita membaca ayat yang selanjutnya ayat 144 yang artinya ... berpaling ke Masjidilharam itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Dalam mensikapi dua ayat yang berbeda kita mesti menggunakan beberapa pendekatan misalnya unsur bahasa, system, dan teori interprestasi hukum. Adalagi yang tidak kalah pentingnya, yaitu unsur sejarah yang melatar belakangi terbentuknya suatu undang-undang. Itu yang dikenal dengan dengan sebutan interprestasi historis yang disebut dengan asbab al-nuzul.

Pengertian Nasikh dan Mansukh
Dalam bukunya Manna khalil al-Qattan (1998) dikemukakan bahwa Naskh artinya menghilangkan/Izalah.
Kata naskh juga digunakan untuk makna memindahkan sesuatu ke tempat ke tempat lain. Misalnya , saya memindahkan (menyalin) apa yang ada dalam buku.

Menurut istilah, yaitu; mengangkat (Menghapuskan) hukum syara dengan dalil hukum (Khitab) syara yang lain. Dengan perkataan hukum, maka tidak termasuk dalam pengertian naskh menghapuskan “kebolehan” yang bersifat asal (Al-bara’ah al-asliyah). Dan kata-kata “dengan Khitab syara” mengecualikan pengangkatan (penghapusan) hukum disebabkan mati atau gila, atau penghapusan dengan ijma atau qiyas.
Kata Nasikh (yang menghapus) dapat diartikan dengan “Allah” seperti terlihat dalam (al-Baqoroh 2:106) dengan “ayat” atau sesuatu yang dengannya naskh diketahui.
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Maka ayat mawaris, atau hukum yang terkandung didalamnya, misalnya menghapuskan (naskh) hukum wasiat kepada orang tua atau kerabatnya (mansukh).
Ulama Mutaqodimin memberikan batasan pengertian naskh sebagai dalil syar’i yang ditetapkan kemudian. Jadi tidak hanya bagi ketentuan (hukum) yang mencabut atau membatalkan ketentuan (hukum) yang sudah berlaku sebelumnya, atau mengubah ketentuan yang pertama yang dinyatakan berakhir masa berlakunya, sejauh hukum tersebut tidak dinyatakan berlaku terus menerus. Pengertian nasikh, menurut kelompok ini, mencakup pengertian pembatasan (qayd) terhadap pengertian bebas (muthlaq), pengertian penghususan (mukhosis) terhadap pengertian umum (amm), pengecualiaan (istisna), syarat dan sifat.
Sedangkan menurut ulama Muta’akhirin mempersempit batasan pengertian tersebut untuk mempertajam perbedaan nasikh dengan mukhosis, muqoyid dan sebagainya. Dengan demikian, pengertian Nasikh terbatas hanya untuk ketentuan hukum yang datang kemudian, untuk mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan ketentuan hukum yang terdahulu. Sehingga ketentuan yang berlaku kini ialah ketentuan yang ditetapkan belakangan, menggantikan ketentuan terdahulu.

Pendapat-pendapat tentang Nasakh
1. Orang yahudi. Mereka tidak mengakui adanya nasakh. Karena menurutnya, nasakh menurutnya, nasakh mengandung konsep al-bada (tidak jelas). Yang dimaksud mereka ialah. Nasakh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Ini berarti terdapat suatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan. Dan inipun mustahil pula bagi-Nya.
2. Pendapat Ibnu Katsir dalam rangka membuktikan kekeliruan orang-orang Yahudi yang mempertahankan ajaran agama mereka dan menolak ajaran Islam dengan dalih tidak mungkin Tuhan membatalkan ketetapan-keketapannya yang termaktub dalam Taurat, menyatakan: “Tidak ada alasan yang menunjukan kemustahilan adanya Naskh atau pembatalan dalam hukum-hukum Allah, karena Dia (Tuhan) menetapkan hokum sesuai kehendak-Nya dan melakukan apa saja yang diinginkan-Nya. 3. Abu Muslim al-Asfahani . Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi menurut syara. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya terjadi naskh dalam Quran berdasarkan firman Allah-Nya: “Yang tidak datang kepadanya (Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” : [41.42], dengan pengertian bahwa hukum-hukum Qur’an tidak akan dibatalkan untuk selamanya. Dan mengenai ayat-ayat tentang naskh, semuanya ditakhsiskan.
4. Pendapat Abu Muslim diatas ditangkis oleh para pendukung nakh dengan menyatakan bahwa ayat tersebut tidak berbicara tentang pembatalan tetapi kebatilan yang berarti lawan dari kebenaran. Hukum Tuhan yang dibatalkannya bukan berarti batil, karena sesuatu yang dibatalkan penggunaannya karena adanya perkembangan dan kemaslahatan pada suatu waktu bukan berarti bahwa yang dibatalkan itu ketika berlakunya merupakan sesuatu yang tidak benar, dan dengan demikian yang dibatalkan dan membatalkan keduanya adalah hak dan benar, bukan batil Jika dipetakan terdapat dua pendapat yaitu yang berpendapat bahwa didalam quran ada Nasikh dan Mansukh dan pendapat yang kedua berpendapat bahwa tidak ada didalam quran ada Nasikh dan Mansukh. Pendapat yang pertama dipelopori oleh: (1) As-Sayafi’I (2)An-Nahhas (3) As-Suyuti (4) dan As-Syaukani. Adapun alasannya berdasarkan firman Allah yang berbunyi:
[2.106] Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Selanjutnya dalam ayat lain dinyatakan:
[16.101] Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Adapun pendapat yang kedua yang menyatakan tidak ada nasikh mansukh dalam quran yang dipelopori oleh: (1) Abu Muslim Isfahani (2) Al-Fahrurazi (3) Rasyid Ridlo dan (4) Muhammad Abdul. Adapun alasannya sebagaimana firman Allah:
[18.27] Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu (Al Qur'an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.
Menurut ayat ini, nyata tidak seorangpun dapat atau berhak merubah firman-firman Allah.
Imam Abu Muslim Al-Asfahani, seorang ahli tafsir yang bijak, berkata:

Tidak ada dalam Quran satu ayatpun yang dimansukhkan...(bersambung)

by. Rasyid Ridlo
edisi 131 2 april 2010
Read more...

Nasikh Mansukh 2


Kedudukan Naskh
Masalah Naskh bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri. Ia merupakan bagian dari Ilmu tafsir dan Ilmu Ushul Fiqh. Karenanya, ia merupakan technicheterm dengan batasan pengertian yang sudah baku. Imam Al-Subki menerangkan bahwa ada perbedaan pendapat tentang kedudukan Naskh itu; apakah ia berfungsi sebagai pencabut (raf) ataukah berfungsi memberi penjelasan (bayan). Jika ditinjau dari segi formal, maka fungsi pencabutan itu lebih tampak. Tetapi apabila ditinjau dari segi materinya, terlihat adanya satu fungsi pokok, yaitu bahwa naskh itu merupakan salah satu interprestasi Hukum.


Pedoman Mengetahui Naskh dan Manfaatnya
Pengetahuan tentang Nasikh dan Mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama Fuqoha, Mufasir dan ahli usul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Oleh sebab itu, terdapat banyak asar (perkataan sahabat dan atau tabi’in) yang mendorong agar mengetahui masalah ini.
Diriwayatkan, Ali pada suatu hari melewati seorang hakim lalu bertanya: “Apakah kamu mengetahui yang Nasikh dari yang mansukh?” Tidak, “Jawab hakim itu”. Maka Ali berkata: “Celakalah kamu dan mencelakakan orang lain”.
Dari Ibn Abbas, bahwa ia berkata tentang firman Allah, Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. (al-Baqoroh:269). Yang dimaksud ialah nasikh mansukhnya, muhkam dan mutasabihnya, muqaddam dan Mu’akharnya, serta halal dan haramnya. Untuk mengetahui Nasikh dan Mansukh terdapat beberapa cara:
1. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat, seperti Hadits:
“Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah kubur, maka (kini) berziarah kuburlah.” (Hakim).
2. Kesepakaatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh 3. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah
Naskh tidak dapat ditetapkan dalam Ijtihad, pendapat mufasir atau keadaan dalil-dalil yang secara lahir nampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman salah seorang dari dua perowi.

Syarat-Syarat Nasakh
Adapun Syarat-syarat Nasakh sebagai berikut:
1. Yang dinasakh (mansukh) itu hukum syara yang bukan sesuatu yang dzatnya memang diwajibkan, seperti wajib iman kepada Allah, dan juga bukan sesuatu yang diharamkan karena dzatnya, seperti kufur. Karena kewajiban beriman kepada Allah dan larangan kufur itu tidak akan dinaskh. Juga pokok-pokok tauhid yang berhubungan dengan para Nabi yang terdahulu dan tentang akan terjadinya hari akhir dan yang berhubungan dengan hari akhir dan sebagainya. Semua naskh yang berhubungan dengan ini, sama sekali tidak bisa dinasakh.
2. Yang menghapus (Nasikh) harus dalil-dalil syara, kalau bukan dalil syara tidak dapat disebut nasakh. Yang bukan dalil syara tetapi dapat menghapus tuntunan hukum, misalnya mati. Akan tetapi mati tidak dapat disebut nasikh, sebab tidak ada adanya hukum terhadap orang yang sudah mati ini, dapat diketahui oleh akal tanpa petunjuk syara.
3. Mansukh itu tidak terikat oleh waktu yang tertentu, seperti terdapat dalam surat al-Baqoroh ayat 187 yang artinya: …..dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Makan dan Minum pada waktu malam hari puasa, hingga waktu fajar. Kalau sudah terbit fajar, makan dan minum tidak diperbolehkan lagi.
Meskipun kebolehan makan dan minum dihapus setelah siang hari bulan puasa, tetapi yang demikian tidak dapat disebut nasakh, sebab hukum yang pertama dengan sendirinya akan hilang, jika waktu yang tertentu telah habis.
4. Nasikh, harus lebih kuat dari mansukhnya atau sekurang-kurangnya sama, jangan kurang dari itu, karena yang lemah tidak akan dapat menghapuskan yang kuat. Karena itu hadits mutawatir dapat menaskh (menghapus) hadits ahad, tetapi sebaliknya hadits ahad tidak dapat menasakh hadits mutawatir.
5. Nasikh harus munfasil (terpisah) dari mansukhnya dan datangnya terkemudian dari mansukhnya, sebab kalau berturut-turut seperti, sifat dan istisna tentu bukan naskh, tetapi takhsis.

Hikmah Adanya Naskh
1. Memelihara Kepentingan Hamba
2. Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat.
3. Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak
4.Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan. Adanya Nasikh Mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat nuzulnya al-Quran itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Nuzulnya al-Quran tidak terjadi sekaligus, tetapi berangsur dalam rentang waktu 20 tahun lebih. Hal ini memang dipertanyakan orang ketika itu, lalu al-Quran itu sendiri menjawab hanya bahwa penahapan itu adalah untuk pemantapan (Qs 25:32). Khusus dibidang hukum, Syaikh Al-Qasimi berkata:
“Sesungguhnya Al-Khaliq yang Maha suci lagi maha tinggi mendidik bangsa Arab selama 23 tahun dengan proses tadaruj (bertahap) sehingga mencapai kesempurnaannya dengan perantaraan belbagai sarana sosial. Hal ini disebabkan karena hukum-hukum itu mula-mula bersifat kedaerahan, kemudian secara bertahap diganti oleh Allah dengan yang lain, sehingga bersifat Universal. Demikianlah Sunnah al Khaliq yang diberlakukan terhadap perorangan dan bangsa-bangsa secara sama. Jika engkau melayangkan pandanganmu kealam yang hidup ini, engkau pasti akan tahu bahwa Naskh (penghapusan) adalah undang-undang alami yang lazim, baik dalam bidang material maupun spiritual, seperti proses kejadian manusia dari unsur-unsur sperma dan telur, kemudian menjadi janin, lalu berubah menjadi anak, selanjutnya menjadi remaja, orang dewasa, orang tua dan seterusnya. Setiap proses peredaran (keadaan) adalah merupakan buktu nyata, bahwa dalam alam ini proses tersebut berjalan rutin. Dan kalau Naskh yang terjadi dialam raya ini tidak lagi diingkari terjadinya, mengapa adanya penghapusan dan proses penggantian hokum itu diingkari? Padahal itu merupakan proses pengembangan dan tadaruj dari yang rendah kepada yang lebih tinggi. Apakah seseorang dengan penalarannya akan berpendapat bahwa yang bijaksana itu adalah langsung membebani bangsa arab yang masih dalam proses permulaan itu, dengan beban-beban yang hanya patut bagi suatu bangsa yang telah mancapai kemajuan dan kesempurnaan kebudayaan yang tinggi? Dan kalau pikiran seperti ini tidak akan diucapkan oleh seseorang yang berakal sehat, maka bagaimana mungkin semacam itu akan dilakukan oleh Allah SWT. Yang maha menentukan hukum, yang memberikan beban kepada suatu bangsa yang masih dalam proses pertumbuhan dan beban yang tidak akan bisa dilakukan melainkan oleh suatu bangsa yang telah mencapai jengjang kedewasaannya? Lalu manakah yang lebih baik, apakah syariat kita yang menurut sunnah Allah menentukan hukum-hukumnya sendiri, lalu Ia Nasakh mana yang Ia pandang perlu dengan Ilmu-Nya dan Ia sempurnakan hal-hal yang Ia pandang manusia tidak mampu melaksanakannya karena suatu factor yang manusiawi? Ataukah syari’at-syari’at agama lain yang diubah sendiri oleh pemimpin-pemimpinnya dan dihapus sebagian hokum-hukumnya sehingga lenyap sama sekali, yang kemudian menjadi amat sulit diamalkan karena tidak sesuai lagi dengan tuntunan hidup kemanusiaan dari pelbagai seginya?

by.Rasyid Ridlo
edisi 132 9 April 2010

Read more...

Senin, 08 Maret 2010

JAHILIAH

Oleh H.Rasyid Ridlo, SE, M.Ag
Alqalam 26 Feb 2010, 11 Rabiul Awal 1431 H
Sesungguhnya Arab dianggap sebagai daerah tak bertuhan dan tak satupun agama pun lebih maju dan modern berhasil di daerah itu. Pada abad ke-4 ada sebuah gereja Syria, namun pada umumnya suku arab Badui di gurun Arabia sangat curiga pada Judaisme dan Kristenisasi, meskipun mereka menyadari bahwa agama-agama ini lebih canggih dibanding agama mereka. Mereka tahu bahwa Negara-negara besar seperti Persia dan Byzantium telah siap menggunakan agama mereka sebagai alat kontrol imperialisme.
Tahun 510 Yusuf As’ai, Raja Arab selatan, beralih ke Judaisme dan dikenal sebagai Dzu Nawas, He of The Hanging Loks.

Namun tawaran akan perlindungan Persia ini gagal ketika Kerajaan Yahudi itu jatuh ke Abyssinia ditahun 525; rajanya yang muda dan tampan dikatakan telah menunggangnya hilang ditelan ombak. Arab selatan menjadi propinsi Abyssinia dan rakyatnya terus menerus memohon pertolongan Persia. Akhirnya Raja Khusrua menyerbu wilayah itu tahun 570 dan kerajaan selatan menjadi koloni Persia. Ketika itu ajaran Kristen Neotorianiasme (yang percaya bahwa kristus memiliki dua sifat, manusia dan tuhan, yang juga disukai oleh Persia) menjadi agama resmi. Orang arab badui diwilayah hijaz dan Najd sangat bangga akan tetangga-tetangga Arab mereka diselatan dan melihat kejatuhan mereka sebagai sebuah malapetaka. Tak terhindarkan, judaisme dan kristenisasi menjadi sasaran kecurigaan.
Di Arab tengah dikelilingi berbagai bentuk penyimpangan Kristenitas; gereja Kristen majestic di Najran diselatan merupakan sumber kecemasan bagi suku badui, namun mereka menahan rasa tak percaya mereka pada system agama-agama ini dan memutuskan untuk tetap merdeka dari kekuatan besar itu. Pada sasat yang sama, terdapat rasa ketidakpuasan. Orang-orang arab merasa rendah diri, secara religius maupun politis. Sebelum berhasil menciptakan suatu Negara Badui bersatu dan membawa nasib mereka ke tangan mereka sendiri, mereka masih rapuh pada ancaman eksploitasi dan bahkan dapat kehilangan kemerdekaan mereka, seperti suku-suku di Arab selatan.
Di Arab barat biasa menyebut kelompok kecil “klan” dan kelompok besar “suku”. Orang Arab tidak membuat perbedaan itu dan menggunakan kata qaum (rakyat, warga, kaum) baik untuk kelompok besar maupun kecil. Untuk menghindari suku-suku menjadi terlalu besar dan tak terurus, kelompok-kelompok itu selalu melakukan rekonfigurasi. Untuk menanamkan semangat komunal ini bangsa arab mengembangkan ideologi yang disebut dengan muru’ah (kejantanan), namun sesungguhnya maknanya lebih komplek dan luas, Muru’ah berarti keberanian dalam berperang, kesabaran dan ketahan dalam penderitaan dan pengabdian pada tugas yang sopan untuk membalas kesalahan yang pernal dilakukan pada suku. Sebuah cara lain menjaga keseimbangan kekuatan adalah dengan ghazwu atau penyerbuan mendadak, yang merupakan penjajahan konstan dan hampir merupakan olah raga/kesenangan nasional (National sport). Dimasa-masa sulit, anggota suatu suku akan menyerbu wilayah suku musuh dengan harapan mendapatkan unta, ternak atau barang lain.
Memang brutal, namun muru’ah memiliki banyak kelebihan, dan beberapa diantaranya akan menjadi nilai-nilai yang penting dalam Islam. Tidak mengetahui adanya cara lain dalam oraganisasi masyarakat, Nabi Muhammad mengatur komunitas muslimnya berdasarkan tradisi kesukuan. Meskipun ada nilai individuallisme baru yang ditanamkan oleh Islam pada kaum Muslim, ide komunitas dan persaudaraan tetap dianggap penting. Juga penting dalam pandangan Muslim adalah kesetaraan, karena tak ada ruang bagi elit yang istimewa dalam sistem kesukuan. Tak ada aristokrasi maupun pewaris tahta. Kepala suku tidak memberikan posisinya pada anak lelakinya karena suku memerlukan orang terbaik, tak peduli keturunan siapa dia, Egalitarianime yang dalam dan kuat ini menjadi ciri semangat Islam dan membentuk institusi religius, politikus bahkan artistik dan kesusastraan Islam.
Bangsa Arab punya waktu sedikit waktu untuk agama, dengan makna konvensional. Mereka tak mampu menyokong para pendeta atau para dukun yang berkewajiban mengembangkan tradisi suku yang mitologis. Para penyair malah menyanyikan kejayaan suku, nilai Arab yang luhur dan mengabdikan dalam syair-syair mereka.
Kepenyairan merupakan keterampilan yang sangat penting, sangat dijunjung tinggi oleh bangsa arab. Karena buta huruf masih merajai semenanjung, para penyair akan menyampaikan syair-syair mereka dengan keras. Mereka merasa dikuasai oleh Jinni, salah atu peri yang dianggap menghantui daerah mereka dan sesungguhnya puisi tidak hanya dipandang sebagai supermanusia tetapi juga dipercayai memiliki nilai magis. Sumpah seorang penyair akan mengakibatkan musibah pada musuh. Perasaan dikalahkan oleh kekuatan musuh merupakan hal biasa dalam pengalaman inspiratif.
Namun bangsa Arab sebenarnya memiliki kehidupan spiritual yang sangat berarti bagi mereka. Berbagai tempat dianggap suci dan merupakan tempat kuil-kuil yang memiliki ritual kuno masing-masing, yang berpusat pada tuhan yang khusus. Yang paling penting dari semuanya adalah Ka’bah, yang terletak didekat sumber air keramat Zamzam di Mekkah. Kuil berbentuk kotak terbuat dari batu granit ini tampak sangat kuno dan mirip tempat suci lainnya yang sudah hancur. Tertanam disudut timurnya, batu Hitam keramat, yang mungkin sebuah meteorit yang meluncur dari luar angkasa, yang menghubungkan bumi dan langit. Pada masa itu Kabah secara resmi didedikasikan pada Tuhan Hubal, tuhan yang dibawa ke Arab dari kerajaan Nabatean yang kini disebut Yordania. Disekitar kabah ada daerah lingkaran tempat para peziarah berkumpul untuk melakukan upacara tawaf, yakni kegiatan tujuh kali mengelilingi kabah mengikuti arah matahari. Kuil ini juga dikitari 360 berhala atau gambar-gambar dan patung-patung tuhan, yang mungkin merupakan lambang berbagai suku yang datang ke tempat ini pada bulan tertentu. Sekitar mekah (pada radius 20 mil dari pusat kabah) adalah daerah keramat, dimana segala macam kekerasan dan perkelahian dilarang.
Pada abad ke-6 suku Arab mulai tidak puas dengan agama tua mereka. Dan selama fase terakhir era Jahiliah, terasa sesuatu yang menggaggu Arab. Sistem kesukuan dan pemujaan berhala telah dijalani oleh suku badui selama berabad-abad. Meskipun sebagian besar wilayah semenajung Arab berada diluar arus utama peradaban, bangsa arab mulai menyadari gagasan dan dorongan peradaban tersebut. Beberapa tampak telah mendengar ide relijius tentang kehidupan sesudah mati, misalnya yang membuat nasib abadi setiap individu merupakan nilai utama. Bagaimana hal ini sesuai dengan ide komunal kesukuan yang telah dianut begitu lama? Bangsa Arab yang telah mulai terlibat dalam perdagangan dengan negara-negara beradab membawa kisah-kisah yang mengesankan dan para penyair menggambarkan keajaiban Syiria dan Persia. Namun tampaknya bangsa Arab tidak pernah berharap pada kemegahan dan kekuasaan seperti itu. Sistem kesukuan membuat mereka sulit menyatukan sumber-sumber daya mereka yang kecil, dan menghadapi dunia sebagai orang-orang yang bersatu sulit mereka bayangkan. Suku-suku terperangkap dalam siklus perang dan balas dendam yang tak berakhir: satu pertumpahan darah disusul lainnya; keakraban pada individualisme dianggap merendahkan etos komunal.
Namun suku Arab yang merasa paling bingung (disorientasi) adalah mereka yang telah hidup mapan. Selama abad ke-6 satu suku arab beremigrasi dari daerah rawan di Arabia selatan ke Oase di Yasrib dan menetap di sana berdampingan dengan beberapa suku Yahudi. Mereka berhasil dalam pertania, namun menemukan bahwa sistem kesukuan tak dapat berjalan ketika bangsa arab tak lagi menjelajahi wilayah-wilayah yang luas namun hidup harus bersama orang lain secara berdekatan.
Menjelang abad ke-7 seluruh oase tampak berada dalam cengkraman siklus kekerasan dan peperangan yang kronis, Namun di Mekkah suku Quraish dimana Nabi Muhammad dilahirkan sekitar tahun 570, dan merupakan suku terkuat di arab, tengah mengalami kebingungan karena mereka juga menemukan bahwa idiologi lama ternyata tidak membekali mereka untuk hidup dikota.
Suku Quraisy telah menetap di Mekkah menjelang akhir abad ke-5. Leluhur mereka Qushai, saudara lelakinya Zuhrah dan paman mereka Taim, telah menetap di lembah Mekkah disebelah tempat peribadatan. Makhzum anak dari paman yang lain, beserta para sepupunya Jumah dan Sahm menetap disana bernama Qushai.
Yang Kemudian Qushai dikenal dengan dengan Quraisy dari Lembah.

Read more...

Jahiliah 2

5 maret 2010
Pembaca yang budiman!
Tulisan ini merupakan lanjutan minggu yang lalu, Sering dikatakan bahwa Islam adalah agama padang pasir, tetapi ini tidak benar. Etika suku lama memang mempengaruhi pesan al-Quran, namun Agama baru ini pertama kali diterima suku arab Mekah di suatu atsmosfir kapitalisme dan matrealisme tinggi. Sebagaimana semua agama besar dan rasionalisme filosofi di yunani, Islam adalah produk kota besar. Ini tampak aneh bagi kita yang dibesarkan untuk percaya bahwa yesus dari Nazareth yang tidak mementingkan hal-hal duniawi itu adalah lambang spirit agama.
Kita tentunya tidak akan mengharapkan seorang Nabi muncul ditengah kota London atau di Wall Stret.


Orang telah lama mencari adanya agama monoteisme (Tauhid) . sebagian orang malah telah siap mendengarkan pesan Muhammad bahwa adanya satu Tuhan. Pada saat dia mulai menyiarkan agama di Mekkah, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kabah didedikasikan untuk Allah, tuhan tertinggi bangsa Arab penyembah berhala, meskipun ada patung Hubal yang mengepalai disana.
Ibnu Ishak dalam biografinya sebagai berikut:

Telah mengorupsi agama bapak Ibrahim, dan bahwa batu yang mereka putari itu tidak punya makna; batu itu tak bisa mendengar, melihat, malukai, atau menolong. Carilah agama bagi dirimu, kata mereka, karena demi Tuhan engkau belum punya satupu. Lalu mereka menjalani hidup mereka ditanah pertanian, sambil terus mencari kebenaran (Hanafiah), agama Ibrahim)

Hanafiah lebih merupakan legenda kesalehan, memberi simbol pada kekosongan spiritual yang menjadi fase terakhir jahiliah, dari pada sebuah fakta historis.
Ketika Muhamad berusia 20an, Utsman bin al-Huwairits adalah pedagang Quraisy yang telah beralih ke Kristen dan mencoba mempengaruhi anggota sukunya untuk menerimanya sebagai raja. Dia berjanji bahwa dia akan memberi kondisi-kondisi perdagangan yang lebih menguntungkan dengan Byzantium, yang mungkin ingin mencaplok Mekkah sebagai Negara sekutnya.
Zaid bin Amr tidak hanya menarik diri dari pemujaan kabah tetapi juga merupakan kritikus keras penyembah berhala. Saudara tirinya, Khathab bin Nufail merupakan penyembah berhala yang setia. Dia merasakan kemurtadan Zaid dan ketidakhormatan pada dewa sebagai skandal, Zaid diusir ke luar kota. Zaid meninggalkan dan berkelana ke negara-negara beradab dalam pencariannya pada agamanya yang benar. Dia sampai ke kota Mosul di Iraq dan pergi ke Syria, menanyai setiap pendeta atau rahib yang dijumpainya tentang agama asli Ibrahim. Akhirnya dia bertemu dengan seorang pendeta yang mengatakan kepadanya bahwa seorang Nabi akan muncul di Mekah. Yang akan membawa agama yang dia cari. Zaid segera pulang, namun dia diserang dan terbunuh diperbatasan selatan syiria dan tak pernah bertemu dengan Muhammad. Anaknya, Sa’id menjadi seorang sahabat Muhamad yang amat terpercaya. Tamat
Read more...