Ajaran Islam melihat masalah kemiskinan adalah suatu hal yang tidak berdiri sendiri bahkan merupakan bagian dari masalah kehidupan manusia didunia ini. Dengan kata lain, ia langsung melibatkan manusia di dunia ini. Zakat bukanlah satu-satunya gambaran dari sistem yang ditampilkan oleh ajaran Islam dalam penanganan masalah kemiskinan, sekalipun harus diakui bahwa zakat itu sangat penting arti dan kedudukannya karena ia merupakan titik sentral dari sistem itu.
Nafaqah: untuk membiayai kebutuhan hidup bagi istri, anak-anak keluarga dekat yang lemah untuk perawatan barang milik kepunyaannya.
Waqaf. Untuk membiayai kepentingan-kepentingan tertentu, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus yang dibenarkan atau yang dianjurkan oleh ajaran Islam itu sendiri.
Washiyah, atau penyisihan sejumlah harta benda seseorang yang diperuntukan bagi orang-orang tertentu di luar lingkungan ahli warisnya yang akan diterima oleh mereka bilamana yang bersangkutan sudah wafat.
Ghanimah atau harta rampasan yang diperoleh dari suatu peperangan, untuk membiayai kepentingan pertahanan khususnya dan kepentingan umum lainnnya. Didalamnya disediakan pula sejumlah tertentu untuk si miskin, yatim piatu dan mereka yang kekurangan biaya dalam perjalanan.
Rikaz, yaitu sejumlah barang tertentu yang ditarik/dikeluarkan dari hasil penggalian barang terpendam dari perut bumi, baik yang berwujud peninggalan, purbakala maupun yang berwujud tambang-tambang.
Nuzur, atau harta benda yang dinazarkan, diatur sesuai dengan maksud yang menazarkannya yang pada galibnya juga diperuntukan bagi kepentingan simiskin.
Kaffarat, yaitu denda-denda tertentu yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran tertentu dalam beberapa macam ibadah, juga diperuntukan bagi simiskin.
Uddiyah, yaitu penyediaan daging hewan ternak yang disembelih untuk kurban dalam rangka ibadah haji, sejumlah tertentu darinya diperuntukan bagi si miskin
Baitulmal, merupakan tempat penampungan dana yang bersifat umum dan menyediakan dana itu untuk kepentingan umum dari masyarakat.
Shadaqah, yang sifatnya sukarela dan bebas dari setiap orang yang ingin berbuat kebaikan dengan harta bendanya kepada sesama makhluk.
Potensi Zakat
Harta benda yang menjadi kekayaan dan milik manusia sangat beragam dan berkembang terus. Keragaman dan perkembangan tersebut berbeda dari waktu ke waktu, dan tidak terlepas kaitannya dengan urf (adat) yang terdapat dalam lingkungan kebudayaan dan peradaban yang berbeda-beda. Keadaan seperti itu tidak luput dari pengamatan ulama/fuqaha yang mengkaji masalah zakat dimana harta banda/kekayaan milik seseorang merupakan objeknya. Sehingga ketika pembahasan sampai kepada patokan tentang amwal zakawiyah berupa tumbuh-tumbuhan, dan berpendapat dengan ketentuan Sunnah yang menjelaskan bahwa hanya empat jenis tanaman yang diperintahkan memungut zakat, yaitu gandum, jelai kurma dan anggur; para ahli hukum Islam mengatakan al-hasru fihi idhafi. Yaitu bahwa pembatasan didalam ketetuan ini sifatnya additional yakni dikaitkan dengan apa yang ada pada waktu dan lingkungan serta menurut kebiasaan mereka sebagai makanan pokok.
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa pertumbuhan dan pengembangan harta benda pada waktu-waktu yang silam bertumpu pada usaha pertanian sesuai dengan tahap kehidupan agraris pada waktu itu. Bahkan semenanjung Arabia, pada zaman awal datangnya Islam, tumpuan orang adalah peternakan dan daging binatang ternak mereka merupakan makanan pokok mereka. Kita di Indonesia sampai sekarang masih bertumpu pada usaha pertanian dan perindustrian sebagai mana halnya sebagian besar Negara-negara sedang berkembang. Dr M Syauqi Al-Fanjari berpendapat bahwa objek zakat sekarang ini mencakup juga alat-alat perindustrian, pabrik-pabrik, semua alat transportasi (kapal,kapal, pesawat terbang, mobil-mobil dan lain-lain) dan begitu pula industri perumahan, perhotelan, restoran, semuanya itu merupakan lahan pertumbuhan dan sektor-sektor pengembangan harta kekayaan (modal)
Di Indonesia dewasa ini, kita juga mengamati bahwa sektor pertanian sudah terkait erat dengan sektor perdagangan. Hampir semua hasil bumi kita dijadikan komoditi perdagangan. Dan jenis-jenis pertanian kita sudah sangat luas perkembangannnya melampaui pertanian yang dahulu bertumpu pada usaha penyediaan bahan makanan pokok.
Kemudian kalau kita mengamati sektor perdagangan dewasa ini, perkembangan juga sangat luas. Didalamnya kita melihat komoditi perdagangan meliputi hasil bumi, hasil hutan, hasil laut, hasil tambang, hasil karya dan hasil cipta. Dan tak kurang penting dan cukup luas perkembangannya ialah perdagangan jasa (Bai al-Hanafi). Diantaranya jasa-jasa pelayanan yang sangat beragam dan membentuk profesi yang bermacam-macam. Di sektor moneter misalnya perdagangan valuta asing, penjualan saham-saham. Kita mengamati sebagai dampak perkembangan tersebut, maka tumbuhlah lapisan subjek zakat mulai dari pedagang kecil sampai kepada perusahaan-perusahaan raksasa.
Sekelompok Ulama berpendapat bahwa mal zakawi tidak dapat dikembangkan macam-macamnya kecuali dengan cara menjadikan tijarah. Wallahu alam.
Read more...
Ekonomi Islam
Langganan:
Postingan (Atom)