Senin, 08 Maret 2010

Jahiliah 2

5 maret 2010
Pembaca yang budiman!
Tulisan ini merupakan lanjutan minggu yang lalu, Sering dikatakan bahwa Islam adalah agama padang pasir, tetapi ini tidak benar. Etika suku lama memang mempengaruhi pesan al-Quran, namun Agama baru ini pertama kali diterima suku arab Mekah di suatu atsmosfir kapitalisme dan matrealisme tinggi. Sebagaimana semua agama besar dan rasionalisme filosofi di yunani, Islam adalah produk kota besar. Ini tampak aneh bagi kita yang dibesarkan untuk percaya bahwa yesus dari Nazareth yang tidak mementingkan hal-hal duniawi itu adalah lambang spirit agama.
Kita tentunya tidak akan mengharapkan seorang Nabi muncul ditengah kota London atau di Wall Stret.


Orang telah lama mencari adanya agama monoteisme (Tauhid) . sebagian orang malah telah siap mendengarkan pesan Muhammad bahwa adanya satu Tuhan. Pada saat dia mulai menyiarkan agama di Mekkah, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa kabah didedikasikan untuk Allah, tuhan tertinggi bangsa Arab penyembah berhala, meskipun ada patung Hubal yang mengepalai disana.
Ibnu Ishak dalam biografinya sebagai berikut:

Telah mengorupsi agama bapak Ibrahim, dan bahwa batu yang mereka putari itu tidak punya makna; batu itu tak bisa mendengar, melihat, malukai, atau menolong. Carilah agama bagi dirimu, kata mereka, karena demi Tuhan engkau belum punya satupu. Lalu mereka menjalani hidup mereka ditanah pertanian, sambil terus mencari kebenaran (Hanafiah), agama Ibrahim)

Hanafiah lebih merupakan legenda kesalehan, memberi simbol pada kekosongan spiritual yang menjadi fase terakhir jahiliah, dari pada sebuah fakta historis.
Ketika Muhamad berusia 20an, Utsman bin al-Huwairits adalah pedagang Quraisy yang telah beralih ke Kristen dan mencoba mempengaruhi anggota sukunya untuk menerimanya sebagai raja. Dia berjanji bahwa dia akan memberi kondisi-kondisi perdagangan yang lebih menguntungkan dengan Byzantium, yang mungkin ingin mencaplok Mekkah sebagai Negara sekutnya.
Zaid bin Amr tidak hanya menarik diri dari pemujaan kabah tetapi juga merupakan kritikus keras penyembah berhala. Saudara tirinya, Khathab bin Nufail merupakan penyembah berhala yang setia. Dia merasakan kemurtadan Zaid dan ketidakhormatan pada dewa sebagai skandal, Zaid diusir ke luar kota. Zaid meninggalkan dan berkelana ke negara-negara beradab dalam pencariannya pada agamanya yang benar. Dia sampai ke kota Mosul di Iraq dan pergi ke Syria, menanyai setiap pendeta atau rahib yang dijumpainya tentang agama asli Ibrahim. Akhirnya dia bertemu dengan seorang pendeta yang mengatakan kepadanya bahwa seorang Nabi akan muncul di Mekah. Yang akan membawa agama yang dia cari. Zaid segera pulang, namun dia diserang dan terbunuh diperbatasan selatan syiria dan tak pernah bertemu dengan Muhammad. Anaknya, Sa’id menjadi seorang sahabat Muhamad yang amat terpercaya. Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar