Selasa, 13 April 2010

Neo Sufisme


Terminology Neo Sufisme pertama kali dimunculkan sepanjang saya ketahui oleh fazlur Rahman dalam bukunya “Islam”. Kemunculan istilah itu tidak begitu saja diterima para pemikir muslim, tetapi justru memancing polemic dan diskusi yang luas. Sebelum Fazlur, sebetulnya di Indonesia Hamka telah menampilkan istilah tasawuf modern dalam bukunya “Tasawuf Modern”, tetapi dalam buku itu tidak ditemui kata Neo-Sufisme. Keseluruhan ini buku ini, terlihat adanya kesejajaran prinsip-prinsipnya dengan tasawuf al-Ghazali. Kecuali dalam hal uzlah. Kalau Ghazali mensyaratkan uzlah dalam penjelajahan menuju kualitas hakikat, maka Hamka justru menghendaki agar seseorang pencari kebenaran hakiki tetap aktif dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat.


Menurut Fazlul Rahman selaku penggagas istilah ini, neo Sufisme adalaha “Reformed Sufism”, sufisme yang telah diperbaharui. Sufisme terdahulu kelihatannya cenderung tertutup terhadap perkembangan pemikiran luaran, sehingga pengertian uzlah itu bukan saja dalam arti lahiriah tetapi juga dalam pendapat beragam. Neo sufisme kelihatannya sangat mendukung keanekaragaman pemahaman keagamaan dan hidup dalam pluraritas masyarakat manusia. Artinya, bahwa neo sufisme berupaya untuk menampung berbagai paham yang berkembang, baik yang bersifat hukum ataupun fikh, aspek teologis maupun aspek sufisme untuk kemudian dikristalisasikan. Cara pandang dan gaya hidup yang demikian dituangkan dalam semacam dokrin yang disebut “Ruhaniah al-Ijtimaiyah” atau spiritual sosial, Istilah yang berasal dari judul buku karangan Dr Said Ramadlan.
Didalam buku itu Ruhaniah al-Ijtimaiyah memaparkan prinsip-prinsip berikut: jika orang dengan tulus mengahadapi dirinya sendiri, kemudian memenuhi hak jasmani serta hak ruhaninya, maka ia telah berbuat adil kepada kemanusiaannya sesuai dengan sunnatullah, dan akan hidup damai di dunia dan akhirat nanti. Jika cenderung hanya kepada salah satu dari kedua jurusan sambil berpaling dari yang lain, maka ia telah berbuat dzalim kepada dirinya dan mengadapkan dirinya itu menentang sunnatullah. Maka orang yang hidup zaman sekarang yang hanya mementingkan harta dan berlom untuk sepotong roti, tenggelam dalam urusan badani, sibuk dengan kehormatan kosong dan kemegahan palsu menyianyiakan akal dan kalbunya untuk menikmati muspro itu, dia adalah oran yang terkecoh dari hakikat dirinya, terdinding dari inti hidup. Sedangkan orang yang mengarahkan dirinya hanya untuk memenuhi tuntutan ruhaninya, lalu menggunakan waktu siangnya untuk puasa dan malamnya untuk qiyamul lail, sepanjang umurnya untuk merenung semata sambil mengingkari hal-hal yang baik dari hidup duniawi, lalu tidak berpakaian kecuali dengan bahan yang kasar, tidak makan kecuali dengan makanan yang kering dengan tujuan agar daya hidup lahiriahnya menjadi lemah dan potensi ruhaniahnya menjadi kuat, dia adalah juga orang yang bodoh tentang hahikat hidup, lalai akan sunnatullah, menyia-nyiakan badan sendiri atau menyia-nyiakan salah satu dari dua segi hidupnya. Cukup hal itu baginya sebagai kerugian dan pengingkaran terhadap perintah Allah.
Neo sufisme secara singkat dapat dikatakan sebagai upaya penegasan kembali nilai-nilai islam uang utuh (Kaffah), yakni kehidupan yang berkesinambungan (Tawazun) dalam segala aspek kehidupan dan dalam segi ekspresi kemanusiaan, dengan alas an ini pula dapat dikatakan, bahwa yang disebut neo sufisme itu tidak seluruhnya barang baru, namun lebih tepatnya dikatakan sebagai sufisme yang diaktualisasikan dalam kehidupan pribadi dan masyarakat sesuai kondisi kekinian.
Neo sufisme mendorong dibukanya peluang bagi penghayatan makna keagamaan dan pengalamannya yang lebih utuh dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja, tetapi seimbang.
Setiap muslim harus mengakui dan menyadari betapa pentingnya spiritual dalam Islam, tetapi juga harus diingat bahwa al-quran menyatakan dunia ini adalah riel bukan fatamorgana, bukan pula maya tanpa makna. Dari banyaknya ayat Al-Quran yang beriringan antara Iman-amal shaleh dan hari akhir, merupakan isarat yang tegas yang menunjukan formulasi kesatuan dimensi spiritual dan dimensi aktivitas nyata dalam kehidupan.

Untuk keberhasilan gagasan neo sufisme kelihatannya harus diikuti dengan peletakan formulasi ajaran dan sistem pembinaan menuju sufi yang jelas dan terarah. Sufisme terdahulu digemari banyak orang, adalah karena kejelasan nilai dan sistem yang ditawarkan, sehingga orang dengan mudah dapat meyakininya sebagai pilihan terbaik.

Wallahu alam bi shawab

by. Rasyid Ridlo
alqalam edisi 230 26 maret 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar